Upaya Pelestarian Batik Tulis

Batik Indonesia sangat dikagumi oleh bangsa-bangsa di dunia. Mereka mengathui bagaimana rumitnya membuat batik, bagaimana banyaknya motif-motif batik yang indah dan mempunyai ciri khas Indonesia, indahnya dan hidupnya motif batik akan lebih terlihat setelah dipadukan dengan kombinasi pewarnaan dan kualitas lilin putih. Banyak orang luar negeri yang berlajar membatik, meneliti tentang bahan dasar batik  di Giriloyo karena mengagumi seni batik dan benar-benar mempelajarinya. Dunia teknologi informasi dengan jaringan internetnya akan membuat semua informasi lebih canggih dan lebih cepat. Pengaruhnya adalah ilmu pengetahuan akan mengambil tempat untuk disebarkan secara luas. Terutama di kota-kota besar.
Di Indonesia masih banyak desa-desa yang ketinggalan dalam hal teknologi informasi, karena kurangnya jaringan komunikasi. Cara hidupnya masih sederhana. Umunya mereka mempunyai peradaban dan kebudayaan sendiri-sendiri. Ada di antara desa-desa tersebut yang kebudayaan hidupnya mencari nafkah dengan membatik.. Batik adalah senikriya tradisional, yang mampu bertahan dan semoga akan terus bertahan, dengan perjalanan waktu akan terus ada pembaharuannya, sehingga menyebabkan jumlah motif batik akan bertambah. Eksistensi Batik tak akan lapuk terkena panaspun tak akan lekang terlindas zaman. Agar batik tidak punah, maka diperkenalkanlah batik tulis ini kepada siswa-siswi di sekolah. Ada pepatah “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta” sehingga perlu pengenalan seni kriya batik ini sedini mungkin. Masukkan kembali keterampilan batik dalam pelajaran di sekolah terutama di sentra-sentra batik.
Produk batik bisa kita ibaratkan sebagai lagu yang dinyanyikan oleh artis dan diedarkan dalam bentuk kaset dan CD. Dari lagu tersebut jelas siapa penyanyinya, siapa penciptanya,  siapa saja nama anggota bandnya dan siapa label/produsernya. Dan semua mendapat nama dan keuntungan (royalty) masing-masing. Bagaimana dengan batik? tidak jelas siapa yang mencipta motif, siapa yang mencantingkan dan mengecapkan lilin, dan siapa yang memproses pencelupannya sehingga menjadi pembatik bukan merupakan pekerjaan yang menjanjikan dan mereka hanya berstatus sebagai buruh. Yang dikenal hanya motif, brand, dari kota mana batik tersebut, desainer, kolektor dan pengusahanya.
Menyedihkan bukan. Kita sendiri yang melupakan para pencipta identitas bangsa. Akhirnya semakin berkurang para pembatik karena pembatik tidak pernah dikenal, tidak pula disebut seniman mereka hanya buruh  yang tidak layak dikenal dan meraup untung serta meningkatnya kesejahteraan mereka dengan trend batik yang berkembang saat ini. Hal inilah yang menjadikan runtuhnya generasi pembatik di negeri kita..
Meski saat ini trend batik juga melanda anak muda dan mode busana batik sudah tidak ketinggalan zaman, namun batik masih selalu diidentikkan dengan orang tua. Coba perhatikan poster dan gambar pembatik hampir pasti yang muncul adalah gambar para perempuan tua yang sedang membatik.
Keadaan ini ditengarai dapat menurunkan kebanggaan seseorang untuk mau belajar tentang proses pembatikan. Oleh karena itu untuk melestarikan batik, kita perlu lebih menghargai karya cipta seseorang. Mari kita “uwongke” para pembatik kita.. Alangkah indah, bahagia dan sejahteranya jika pembatik bisa dihargai setara sebagai pencipta lagu, penyanyi, desainer atau maestrolukis. Karena selama ini upaya-upaya melestarikan dan rasa memiliki batik seringkali kita melupakan para kreatornya. Melestarikan batik tidak hanya berarti mengkoleksi, menggunakan dan mempromosikan produk batik tetapi juga harus lebih menghargai dan meregenerasi para pembatiknya. Gitu.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket