Sejarah dan Perkembangan Batik

 

A. Batik Tulis MOTIF KENANGA

Batik dikenal sejak abad XVII, yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Motif yang berkembang saat itu adalah motif-motif binatang dan tanaman. Dan lambat laun berkembang motif-motif yang menyerupai awan, relief-relief, candi, wayang beber dan lain sebagainya. Yang pada akhirnya melalui penggabungan corak lukisan dan seni dekorasi pakaian, kemudian muncullah seni batik tulis seperti sekarang ini. Batik, ada awalnya tumbuh dan berkembang di lingkungan keraton, nuansa kehidupan tradisional yang kental dengan unsur-unsur kebudayaan Hindu-Jawa hingga memberikan kesempatan kepada putri keraton mendalami salah satu dasar pendidikan seni kriya batik, termasuk menyusun motif hingga pembatikannya. Oleh karenanya, banyak motif-motif batik tradisional tersebut yang dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi dilingkungan keraton dan hanya dipakai pada saat-saat tertentu. Batik, pada saat itu tidak hanya dipandang sebagai hasil karya seni belaka, namun dipandang sebagai hasil cipta, rasa dan karsa. Karena memang dalam proses pembuatan batik waktu itu benar-benar melibatkan olah batin yang mendalam. Sehingga karya batik waktu itu benar-benar memancarkan aura kewibawaan. Motif batik yang dipakai sebagai busana harian bermacam-macam coraknya. Pada saat upacara perkawinan motif yang dipakai adalah : Grompol, Gringsing Ceplok Mangkoro, Sidoasih, Sidomulyo, Sidomukti, Semen Rama, dan Nitik Cakar Ayam. Konon motif-motif tersebut melambangkan kesuburan dalam mengarungi hidup baru. Selain motif-motif di atas, masih banyak motif-motif lain yang diciptakan untuk busana upacara adat Jawa yang lain. Para putri keraton membuat batik hanya mengengreng saja, kemudian diteruskan oleh masyarakat di luar keraton. Kesibukan membatik yang diteruskan di luar keraton, menyebabkan motif-motif batik tersebar kepada para pengusaha batik, sehingga motifnya berkembang sesuai penyebarannya. Penduduk di luar keraton tergugah dan kreatif menyediakan apa yang diperlukan untuk proses penyelesaian batik keraton. Maka timbulah pengusaha dan saudagar batik, mula-mula di dekat keraton dengan produksi batik berwarna putih cokelat (bledak) dan biru tua (kelengan-wedelan). Kemudian produsen batik berkembang di mana-mana khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Pada tahun 1965-1980 produksi batik berkembang dipulau Jawa. Banyak pengusaha batik, baik yang memproduksi batik warna putih cokelat biru tua maupun perkembangan baru, yaitu batik warna-warni.
Pada tahun 1981 perkembangan batik tulis mulai menyusut, karena orang mencari praktisnya berpakaian, dan terlebih karena budaya terus berubah. Namun bila batik dijadikan identitas bangsa Indonesia, maka kebudayaan kriya batik perlu dipelihara. Pemeliharaannya dapat dilihat dari beberapa sudut, antara lain harus dilestarikannya pengetahuan tentang membatik dengan canting, pengetahuan tentang penggunaan cap tembaga, cara pembuatan canting dan cap tembaga, pengetahuan tentang proses pewarnaan, serta pengetahuan perwujudan budaya yang hidup dan berkembang.

B. Motif-Motif Batik Yogya
Kekayaan alam Yogyakarta sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun hasilnya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, kain batik-tulis bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Motif-motif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor- faktor:
1)   Letakgeografis; 2)   Kepercayaandan adat istiadat; 3) Keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna; dan 4) Adanya kontak atau hubungan antar daerah penghasil batik; Serta 5)  Sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.
Beberapa nama ragam hias atau motif batik Yogyakarta antara lain: Parang, Banji, tumbuh-tumbuhan menjalar, tumbuh-tumbuhan air, bunga, satwa, Sido Asih, Keong Renteng, Sido Mukti, Sido Luhur, Semen Mentul, Sapit Urang, Harjuna Manah, Semen Kuncoro, Sekar Asem, Lung Kangkung, SekarKeben, Sekar Polo, Grageh Waluh, Wahyu Tumurun, Naga Gini, Sekar Manggis,Truntum, Tambal, Grompol, Ratu Ratih, Semen Roma, Madau Broto, Semen Gedhang, Jalu Mampang dan lain sebagainya. Masing-masing motif tersebut memiliki nilai filosofis dan makna sendiri. Adapun makna filosofis dari batik-batik yang dibuat di Giriloyo antara lain:
 
Motif Sido Asih.    
a. Sido Asih mengandung makna sipemakai apabila hidup berumah tangga selalu penuh dengan kasih sayang; b. Sido Mukti mengandung makna apabila dipakai pengantin, hidupnya akan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan;
c.  Sido Mulyo mengandung makna sipemakai  hidupnya akan selalu mulia;
d.  Sido Luhur mengandung makna sipemakai akan menjadi orang berpangkat yang berbudi pekerti baik dan luhur;
e.  Truntum3 mengandung makna cinta yang bersemi;
 
Motif Grompolf.    
f. Grompol artinya kumpul atau bersatu, mengandung maknaagar segala sesuatu yang baik bisa terkumpul seperti rejeki, kebahagiaan, keturunan, hidup kekeluargaan yang rukun;
g. Tambal mengandung makna menambah segala sesuatu yang kurang. Apabila kain dengan motif tambal ini digunakan untuk menyelimuti orang yang sakit akan sebuh atau sehat kembali sebab menurut anggapan pada orang sakit itu pasti ada sesuatu yang kurang;
h. Ratu Ratih dan SemenRomamelambangkan kesetiaan seorang isteri;
i.  Madau Bronto  melambangkan asmara yang manis bagaikan madu;
j.  Semen Gendhang mengandung maknaharapan agar pengantin yang mengenakan kain tersebut lekas mendapatmomongan. 
Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap pembatik dapat membuat motif sendiri.
Orang yang membatik tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi, kerajinan batik tulis merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, para pembatik di Giriloyo khususnya dan Yogyakarta umumnya, lazimnya dilakukan oleh kaum perempuan baik tua maupun muda. Keahlian membatik tersebut pada umumnya diwariskan  secara turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya.

C.  Nilai Penting
Banyaknya motif batik  yang kita temukan, menunjukkan kekreatifan sang kreator nenek moyang bangsa Indonesia, mereka mampu menciptakan motif yang bukan saja hanya sekedar motif, akan tetapi dari sekian motif yang ada tentu ada makna dan filosofi yang mendasari terbentuknya motif tersebut.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama dan hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk budaya adi luhung yang patut dilestarikan. Hasil olah imajinasi yang dituangkan dalam coretan lilin, dengan canting sebagai penanya, maka terwujudlah sebuah “batik” yang mempunyai nilai dan cita rasa seni yang tinggi, dengan pengerjaan  yang rumit  dan dalam waktu berminggu-minggu.  Selain proses pembuatannya yang rumit dan selalu disertai dengan serangkaian ritual khusus, batik juga mengandung filosofi tinggi yang terungkap dari motifnya. Hal ini terkait dengan sejarah penciptaan motif batik sendiri yang biasanya diciptakan oleh sinuwun, permaisuri atau putri-putri kraton yang semuanya mengandung falsafah hidup tersendiri bagi pemakainya.
Batik klasik mempunyai pola-pola dasar tertentu dengan berbagai macam variasi motif yang dapat diwujudkan dalam berbagai produk. Seperti kain jarit, selendang, baju dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket