Kampanyekan Produksi Batik Bersih

Kampanye industri ramah lingkungan ternyata tidak hanya merambah sektor tekstil secara umum, namun juga ke sub-sektor tekstil, yakni batik. Sebagai warisan budaya Indonesia, yang ditetapkan oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu, batik mulai menjadi perhatian dunia internasional, terutama dalam proses produksinya yang diharapkan lebih ramah lingkungan.

 
Martin Krummeck (Kemeja Batik)
Dalam hal ini, Uni Eropa dan Perkumpulan Ekonomi Indonesia-Jerman (Ekonid) telah berencana memfasilitasi usaha kecil dan menengah (UKM) di Tanah Air untuk memproduksi batik dengan cara yang ramah lingkungan.
Koordinator Program Prakarsa Batik Bersih, Martin Krummeck, mengatakan Prakarsa Batik Bersih bertujuan menghijaukan permintaan dan penawaran produk batik sekaligus memastikan bahwa dampak lingkungan telah diperhitungkan secara menyeluruh.
“Kami menyediakan 2,3 juta euro untuk program ini.” Terang Krummeck.
Ia menjelaskan program yang dilaksanakan oleh Ekonid itu akan menargetkan sekitar 500 UKM di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Di mana inti program itu adalah menciptakan produksi yang lebih bersih sekaligus mencarikan pasar batik yang potensial.
Menurut Krummeck, program ini nantinya akan terdiri dari tiga komponen, yaitu produksi berkelanjutan, konsumsi berkelanjutan, dan dialog kebijakan. Komponen berkelanjutan dilaksanakan dengan menggunakan konsep produksi batik yang lebih bersih oleh Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN).
Krummeck juga mengakui batik sebagai salah satu karya seni terkemuka Indonesia dan merupakan kerajinan tangan tradisional tinggi. Oleh karena itu ia berharap batik Indonesia dapat bersinergi dengan lingkungan, serta menciptakan ekosistem yang harmonis.
Guna menjalankan program ini, lanjut Krummeck, Ekonid tidak hanya akan bekerja sama dengan lebih dari 500 UKM, namun juga dengan lembaga swadaya masyarakat, universitas, serta asosiasi.
Selain juga fokus dari program ini adalah “training of trainers” produksi batik bersih melalui konsultan teknis, lokakarya, dan evaluasi penerapan produksi bersih kepada lebih dari 500 UKM batik di Indonesia.
Pencanangan batik bersih memang tampaknya perlu segera direalisasikan, sebab menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, emisi karbon dari kegiatan produksi industri batik merupakan yang tertinggi di antara UKM lainnya. Penggunaan minyak tanah, air, listrik, lilin, pewarna kimia, serta pemutih yang berlebihan telah berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Industri kecil yang belum menata pembuangan limbahnya (waste management) itu berkontribusi sekitar 6% terhadap efek rumah kaca,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket